Pasangan Selingkuh PNS dan Honorer Diduga Mesum Digerebek Warga

RP, 34 tahun, seorang PNS Kebupaten Mojokerto yang digerebek suaminya saat berduaan dengan rekan kerjanya, IM, 40 tahun, di sebuah rumah kosong di kawasan Sooko telah selesai menjalani sidang kode etik.

Ibu dua anak ini mengaku menyesali perbuatannya dengan pria idaman lain (PIL) tersebut.

Sekretaris Daerah Kabupaten Mojokerto, Teguh Gunarko, menyatakan bahwa sidang kode etik telah dilakukan pada Rabu (17/7/2024).

“Secara umum, RP juga membenarkan berita acara yang telah ditandatangani Inspektorat. Ia juga menyesali perbuatannya,” ujarnya.

Majelis kode etik menilai RP melanggar Perbup Nomor 68 Tahun 2019 tentang Kode Etik ASN Pemkab Mojokerto, khususnya Pasal 8 huruf h yang menyatakan bahwa ASN harus menjaga keutuhan rumah tangga dan tidak melakukan perbuatan tercela atau tidak bermoral.

PNS yang baru berdinas selama empat tahun ini terbukti melanggar kode etik dan dikenakan sanksi moral sesuai dengan pasal 17 ayat 2.

Sanksi tersebut termasuk permohonan maaf secara lisan, permohonan maaf secara tertulis, dan pernyataan penyesalan.

Selain sanksi moral, RP juga akan dikenakan sanksi disiplin sesuai PP 94 tahun 2021 tentang disiplin PNS.

Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) akan membentuk Tim Pemeriksa Disiplin Ad Hoc, yang ditargetkan terbentuk paling lambat minggu depan, dan akan segera melakukan pemeriksaan disiplin terhadap RP atas pelanggaran disiplinnya.

Sementara itu Pemkab Mojokerto memastikan bahwa tenaga honorer IM, 40 tahun, yang terlibat dalam perselingkuhan akan dipecat.

Kabag Administrasi Pembangunan Setdakab Mojokerto, Yurdiansyah, mengungkapkan bahwa tindakan terhadap tenaga honorer yang bekerja di bagian pembangunan Setdakab Mojokerto sudah ditindaklanjuti.

“Kami sudah memanggil dan menyampaikan bahwa tindakan selingkuh yang dilakukan merupakan pelanggaran kedinasan,” kata Yurdiansyah.

Berdasarkan perjanjian kontrak, tenaga honorer tidak boleh melanggar aturan kedinasan. “Jadi, secara tegas, kontraknya tidak bisa diperpanjang,” tegasnya.

Meskipun keputusan pemecatan IM sudah dibuat, Yurdiansyah menyatakan bahwa penguatan dan pertimbangan hukum dari inspektorat, sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), masih diperlukan.

Ini termasuk mempertimbangkan setiap pasal dan aturan yang dilanggar sesuai dengan bagian hukum Setdakab.

“Yang pasti, saya sudah menyampaikan kepada yang bersangkutan bahwa sanksi terberat adalah pemecatan. Namun, kami tetap memerlukan penguatan dari inspektorat dan koordinasi dengan bagian hukum,” jelasnya.

Yurdiansyah menambahkan bahwa IM sudah menerima keputusan pemutusan kontrak tersebut dengan legowo, sebagai konsekuensi dari tindakannya yang melanggar aturan.

“Yang bersangkutan sudah legowo dan menyesali perbuatannya. Apa pun yang terjadi, dia bisa menerima sebagai konsekuensinya,” tegasnya. source

0 Komentar

close